Sumatera Utara– Buah pala, sepertinya tidak diperhitungkan sebagai komoditas andalan perkebunan di tanah air khususnya Sumatera Utara (Sumut).
Mungkin, karena kesannya hanya sebagai bumbu dapur saja. Alasan itu pula mungkin yang menyebabkan banyak praktisi pertanian tidak melirik tanaman tersebut sebagai sumber penghasil fulus.
Padahal, harga pala saat ini cukup menggiurkan, berkisar antara Rp.75 ribu hingga Rp.85 ribu per kilogram (kg).
Dan, itu masih dari biji palanya saja, belum lagi dari penutup biji pala atau petani menyebutnya sebagai bunga pala yang harga jualnya berkisar Rp.180 ribu hingga Rp.200 ribu per kg.
Bukan itu saja, daging buahnya juga laku dijual untuk dijadikan manisan atau asinan pala.
“Jadi, seluruh buah pala memiliki harga tersendiri,” ujar Julauni, pengumpul buah pala di Deliserdang.
Tingginya harga buah pala itu menurut dia, disebabkan produksi yang minim sementara permintaan lumayan tinggi.
“Susah mendapatkan buah pala saat ini. Banyak petani yang tidak tertarik mengembangkannya. Buah pala yang kami peroleh ini, kebanyakan hasil tanaman yang tumbuh dari biji dan dipelihara si pemilik lahan. Kalau dari budidaya sepertinya belum ada di Sumatera Utara ini,” imbuh Julauni.
Hasbullah, petani pala di Desa Tanjungmorawa B, Dusun 5, Kecamatan Tanjungmorawa, Deliserdang, mengatakan, tanaman pala yang dikembangkan merupakan ‘warisan’ dari orangtuanya yang ditanam melalui biji.
Ada 30 pokok tanaman palanya yang tumbuh di lahan pertaniannya dan semua tanaman itu sudah menghasilkan. Dalam tiap pohon, bisa menghasilkan sekitar 3 ribu buah pala.
“Tapi, itu bila panen puncak atau panen raya yang terjadi antara bulan Desember hingga Mei tiap tahunnya,” jelasnya.
Tanaman pala ini, kata Hasbullah, memiliki keunikan tersendiri, yakni berbuah sepanjang waktu. Hanya saja, buahnya tidak sebanyak ketika panen raya berlangsung.
“Yang jelas, tidak ada istilah musim trek atau tidak berbuah,” terangnya.
Keistimewaan lainnya, adalah semua bagian dari buah pala laku terjual dengan harga yang bervariasi.
Biji kering misalnya, di tingkat petani harganya berkisar Rp. 50 ribu hingga Rp.80 ribu per kg dan tiap kilogramnya terdapat sebanyak 120 butir biji pala.
Kemudian bunga pala harganya berkisar Rp.100 ribu per kg. Sedangkan untuk kulit atau daging buahnya, harga lebih murah.
“Kami jarang menjual daging buah, karena untuk dibuat manisan atau asinan harus daging buah yang masih muda. Sementara kami mengharapkan biji pala yang tua untuk dijadikan bibit dan sebagian lagi dijual sebagai rempah atau bumbu masak,” ungkap pria berusia 40 tahun ini.
Tetapi, bila dijual dalam bentuk utuh juga bisa hanya saja harganya sangat murah. Pengumpul memberikan harga hanya Rp.300 per buah.
“Untuk saat ini, kami masih konsen dengan pengembangan biji untuk disemaikan dan dijadikan bibit. Karena permintaan bibit saat ini lumayan banyak. Makanya, kami tidak menjual daging buah dan bijinya. Kami hanya menjual bunga palanya saja,” sebutnya.
Hasbullah yang bekerja sama dengan penangkar bibit tanaman CV Wana Bhakti yang dikelola Syamsul Sinaga, juga di Tanjungmorawa, mengatakan, umumnya, bunga dan biji pala diproses untuk kemudian diambil minyak atsirinya untuk dijadikan bahan industri obat-obatan dan kosmetik.
Tetapi, biji pala juga banyak digunakan sebagai bumbu masak para ibu rumah tangga. Sedangkan daging buah dijadikan manisan atau asinan yang nilai jualnya juga tinggi.
Sampai saat ini kata Hasbullah yang juga penangkar tanaman, belum banyak masyarakat atau petani yang membudidayakan tanaman pala ini.
Karena usia tanam sampai produktif cukup lama, berkisar lima tahun yang disebabkan perbanyakan bibit dilakukan melalui biji bukan sambung atau melalui entres.(Medanbisnisdaily.com)