Jakarta- PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) meraup laba bersih secara konsolidasi senilai USD 3,73 miliar atau setara Rp 56,03 triliun sepanjang 2022.
Kondisi ini merupakan kebalikan dari tahun 2021 yang rugi bersih senilai USD 4,15 miliar atau setara Rp 62,36 triliun pada tahun 2021.
“Laba bersih ini ditopang dari pendapatan usaha senilai USD 2,1 miliar atau setara Rp 31,49 triliun dan pendapatan usaha lainnya senilai USD 4,35 miliar atau setara Rp 65,29 triliun,” dikutip dari Bursa Efek Indonesia, Sabtu (1/4/23)
Segmen pendapatan usaha terbesar berasal dari penerbangan berjadwal senilai USD 1,68 miliar, penerbangan tidak berjadwal menyumbang pendapatan sebesar USD 174 juta dan segmen lainnya tercatat sebesar USD 235 juta.
Dari segmen geografis, penerbangan domestik Jakarta menyumbang pendapatan tertinggi senilai USD 1,73 miliar.
Kemudian disusul oleh penerbangan Surabaya senilai USD 114,75 miliar, penerbangan Makassar senilai USD 83,1 juta dan penerbangan Medan senilai USD 44 juta.
Segmen lainnya yaitu penerbangan internasional dari Tokyo senilai USD 48,18 juta, penerbangan Shanghai senilai USD 22,72 juta.
Lalu penerbangan Singapura senilai USD 22,34 juta, penerbangan Amsterdam senilai USD 20,22 juta dan Sydney senilai USD 9,56 juta.
Selain dari pendapatan usaha, ternyata penyumbang terbesar laba bersih Garuda Indonesia salah satunya karena ada restrukturisasi utang.
Hal ini terjadi karena adanya penyesuaikan utang dari kreditur utama terkait Maintenance, Repair and Overhaul (MRO), lessor pesawat, utang obligasi dan vendor lainnya dengan nilai lebih dari Rp 255 juta sesuai dengan putusan homologasi.
Sehingga mengakibatkan perusahaan mengakui keuntungan atas restrukturisasi utang sebesar USD 2,85 miliar.
Perusahaan juga mendapatkan keuntungan dari restrukturisasi pembayaran senilai USD 1,38 miliar.
Lalu pendapatan bersih lainnya berasal dari konsesi sewa senilai USD 275,03 juta dan keuntungan atas perubahan liabilitas estimasi biaya pengembalian dan pemeliharaan pesawat senilai USD 73,78 juta. (red)