Satujuang, Jakarta – Presiden Prabowo Subianto, secara terbuka mengakui kelemahan dalam strategi komunikasi pemerintahannya selama 150 hari pertama masa kepemimpinan.
Hal tersebut di sampaikan dalam sebuah wawancara eksklusif bersama 7 jurnalis senior, antara lain, Lalu Mara Satriawangsa (TV One), Uni Lubis (IDN Times), Najwa Shihab (Narasi), Alfito Deannova (Trans), Valerina Daniel (TVRI), Sutta Dharmasuta (Kompas), dan Retno Pinasti (SCTV) yang berlangsung di kediaman Presiden Prabowo di Hambalang, Bogor pada Minggu (6/4/25).
“Saya menyadari bahwa dalam 150 hari pertama, tanggung jawab atas kekurangan komunikasi tetap berada di tangan saya,” ungkap Presiden Prabowo.
Dikutip dari Harian Kompas, Sejak masa transisi, Presiden telah memfokuskan upayanya pada percepatan penyediaan kebutuhan pokok masyarakat, terutama dalam pengelolaan pangan dan pengendalian harga.
Presiden Prabowo meyakini bahwa kinerja nyata melalui pengerjaan teknis akan menimbulkan hasil yang objektif dan dihargai oleh publik. Namun, realitas di lapangan ternyata menyimpang dari harapan.
“Kekurangan saya dalam hal komunikasi cukup nyata, karena saya terlalu menitikberatkan pelaksanaan tugas teknis hingga jarang menyisihkan waktu untuk interaksi dengan wartawan,” ujarnya.
Menurut Presiden Prabowo, kendala tersebut berimbas pada narasi publik yang tidak sepenuhnya positif, di mana segala upaya pemerintah sering diwarnai interpretasi yang kurang mendukung oleh pihak-pihak tertentu.
Menyikapi hal tersebut, Presiden berkomitmen untuk menyeimbangkan antara kerja lapangan dan penyampaian pesan kepada masyarakat, dengan harapan agar setiap kebijakan dan tindakan pemerintah dapat dipahami secara utuh dan diterima secara positif oleh publik.
“Saya berencana memperbaiki aspek komunikasi ini ke depan,” pungkasnya.
📲 Ingin update berita terbaru dari