Selain itu, novel ini juga menyoroti perbedaan budaya dan ras antara Belanda dan pribumi.
Karya ini menggambarkan konflik yang muncul akibat perbedaan ini, sementara pada saat yang sama menunjukkan bahwa cinta tidak mengenal batasan budaya atau ras.
Lebih dari itu, “Bumi Manusia” juga menyentuh tema penindasan perempuan dalam masyarakat pada masa itu. Tokoh Annelies, meskipun seorang wanita Belanda, juga mengalami ketidakadilan sosial dan gender.
Ini mencerminkan realitas bahwa penindasan tidak hanya terbatas pada ras atau kelas, tetapi juga melibatkan gender.
Dengan cermat, Pramoedya Ananta Toer menggambarkan masyarakat kolonial Hindia Belanda pada masa itu, menghadirkan pesan-pesan sosial yang relevan hingga saat ini.
“Bumi Manusia” adalah sebuah karya sastra yang tak hanya memikat pembaca dengan kisah cinta yang memilukan, tetapi juga mengajak kita untuk merenungkan ketidakadilan sosial, perjuangan melawan penindasan, dan pentingnya persatuan dalam perbedaan.
Dalam karya-karya seperti “Bumi Manusia,” Pramoedya Ananta Toer memberikan suara kepada yang tertindas dan mengingatkan kita akan nilai-nilai kemanusiaan yang universal.
Ia telah meninggalkan warisan sastra yang mempengaruhi banyak generasi dan tetap relevan hingga hari ini.