Lingga – Jefrianto Simanjuntak, S.H mengatakan masih banyak hal yang belum dituntaskan oleh penyidik terkait kasus Hutan Produksi Terbatas (HPT) di area hutan Tanjung Paku, Desa Marok Tua, Kecamatan Singkep Barat Kabupaten Lingga, Provinsi Kepri
Jefrianto selaku Kuasa Hukum dari S, tersangka penerbitan sejumlah dokumen Sporradik atas tanah yang berlokasi di HPT, meminta Pihak Polres Lingga meninjau kembali proses penetapan tersangka atas kliennya.
“Proses hukum yang dilakukan Polres Lingga atas laporan penjualan lahan di RT.03/RW.04 Dusun 2, Desa Marok Tua, beberapa bulan lalu, terlihat banyak kejanggalan,” ungkap Jefri melalui pesan whatsapp kepada awak media, Minggu (16/01/22)
“Bahwa secara administrasi dalam proses penerbitan surat sporadik, pihak yang bertanggung jawab secara hukum adalah pemohon, sesuai salah satu syarat dalam pembuatan surat sporadik,” ujar Jefri.
“Salah satu syarat itu berupa surat pernyataan penguasaan lahan dan bertanggung jawab secara hokum, yang ditanda tangani saksi-saksi dan aparatur lingkungan di lokasi lahan tersebut,” lanjut Jefri.
Jefri menerangkan, kronologisnya, Pemohon MR dan I mengajukan permohonan pembuatan sporadik ke kantor desa, dan setelah dinilai melengkapi syarat administrasi permohonan, selanjutnya di proses.
“Proses selanjutnya, lokasi yang diajukan dalam permohonan, diukur oleh juru ukur dan disaksikan RT, RW dan Kadus dan diketahui saksi sempadan tanah,” terang Jefri.
“Setelah dinilai kebenaran atas penguasaan lahan, yang didukung oleh pihak terkait sesuai surat permohonan, kliennya selaku kepala desa saat itu ikut menandatangani sebagai pihak yang mengetahui,” tambah Jefri.
“Jikalau status lahan dalam sengketa atau termasuk dalam hutan HPT, saya rasa tidak mungkin kades berani mengabulkan permintaan pemohon atau menandatangani surat sporadik di atas lahan tersebut,” tegas Jefrianto.
“Saya sebagai kuasa hukumnya merasa adanya kriminalisasi penegakkan hukum kepada klien saya,” ujar Jefri.
“Pihak-pihak yang terlibat dalam penerbitan surat sporadik, di antaranya RT, RW dan Kepala Dusun, seharusnya ditetapkan tersangka juga, klien saya sebagai kades, hanya sebagai pihak yang mengetahui atas permufakatan pemohon bersama saksi-saksi,” demikian diperjelas Jefrianto.
Jefri merasa aneh, karena inisial MR alias A dan inisial I, masih bebas berkeliaran sampai saat ini.
Padahal sepengetahuan Jefri, MR dan I adalah pihak yang mendapat keuntungan dari menjual lahan dengan menggunakan surat sporadik yang ditanda tangani oleh kliennya.
Seperti yang diketahui, status perkara yang di Jalani S, mantan Kades Marok Tua, sudah memasuki P21 dan tersangka sudah dilimpahkan sebagai tahanan Kejaksaan Negeri Lingga.
Pasal yang disangkakan adalah pasal 263 dan atau 266 dan atau 274 K.U.H.Pidana, yakni kejahatan yang dilakukan beramai-ramai atau pelaku melebihi satu orang.
“Dalam kasus yang di hadapi klien saya, kenapa hanya klien saya saja yang di tetapkan tersangka dan ditahan,” tukasnya.
Jefri menguraikan, bahwa pasal ini mirip dengan kasus lahan di Bintan yang diungkap pihak Polres Bintan, di mana pihak-pihak yang bertandatangan seperti RT, RW, Kades dan penjual, ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan oleh pihak Polres Bintan.
Mengenai permasalahan ini, tutur Jefri, dirinya telah menyurati pihak Polres Lingga di Dabo Singkep tertanggal 06 Desember 2021. Hingga kini pihak Polres Lingga belum memberikan respon.
“Untuk selanjutnya, saya akan menyurati Kapolda Kepri dan Kapolri, guna ditindaklanjuti demi menjaga citra Kepolisian dalam menegakkan hukum di Kabupaten Lingga,” tegas Jefri.
Di akhir Jefri meminta keseriusan Polres Lingga, untuk secepatnya menetapkan tersangka dan melakukan penahanan, atas pihak-pihak yang telah dijelaskan diatas. (eka)
📲 Ingin update berita terbaru dari Satujuang langsung di WhatsApp? Gabung ke channel kami Klik di sini.