“Tapi, itu bila panen puncak atau panen raya yang terjadi antara bulan Desember hingga Mei tiap tahunnya,” jelasnya.
Tanaman pala ini, kata Hasbullah, memiliki keunikan tersendiri, yakni berbuah sepanjang waktu. Hanya saja, buahnya tidak sebanyak ketika panen raya berlangsung.
“Yang jelas, tidak ada istilah musim trek atau tidak berbuah,” terangnya.
Keistimewaan lainnya, adalah semua bagian dari buah pala laku terjual dengan harga yang bervariasi.
Biji kering misalnya, di tingkat petani harganya berkisar Rp. 50 ribu hingga Rp.80 ribu per kg dan tiap kilogramnya terdapat sebanyak 120 butir biji pala.
Kemudian bunga pala harganya berkisar Rp.100 ribu per kg. Sedangkan untuk kulit atau daging buahnya, harga lebih murah.
“Kami jarang menjual daging buah, karena untuk dibuat manisan atau asinan harus daging buah yang masih muda. Sementara kami mengharapkan biji pala yang tua untuk dijadikan bibit dan sebagian lagi dijual sebagai rempah atau bumbu masak,” ungkap pria berusia 40 tahun ini.
Tetapi, bila dijual dalam bentuk utuh juga bisa hanya saja harganya sangat murah. Pengumpul memberikan harga hanya Rp.300 per buah.
“Untuk saat ini, kami masih konsen dengan pengembangan biji untuk disemaikan dan dijadikan bibit. Karena permintaan bibit saat ini lumayan banyak. Makanya, kami tidak menjual daging buah dan bijinya. Kami hanya menjual bunga palanya saja,” sebutnya.
Hasbullah yang bekerja sama dengan penangkar bibit tanaman CV Wana Bhakti yang dikelola Syamsul Sinaga, juga di Tanjungmorawa, mengatakan, umumnya, bunga dan biji pala diproses untuk kemudian diambil minyak atsirinya untuk dijadikan bahan industri obat-obatan dan kosmetik.