Jakarta – Kementerian Perdagangan akan melakukan pertemuan dengan pengusaha ritel atau Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO), Kamis (4/5/23).
Pertemuan tersebut dilakukan untuk membahas utang pemerintah terkait program satu harga minyak goreng (rafaksi) pada 2022 sebesar Rp 344 miliar.
“Sudah dihubungi secara lisan kepada sekretariat Aprindo, by telepon. Pertemuannya dengan Aprindo kalau jadi Hari ini setelah halal bihalal,” kata Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Isy saat ditemui awak media.
Isy mengatakan pertemuan sudah direncanakan akan dilakukan minggu ini. Surat undangan kepada Aprindo juga telan diluncurkan ke Sekretariat Aprindo.
Saat dikonfirmasi, Ketua Umum Aprindo Roy Nicholas Mandey mengatakan pihaknya telah menerima surat undangan dari Kementerian Perdagangan pada Rabu sore. Ia juga memastikan akan menghadiri pertemuan tersebut.
“Ya, baru 15 menit lalu Wakil Sekjen saya memberitahu bahwa ada Undangan Dirjen Perdagangan Dalam Negeri melalui Direktur Binausaha & Logistik Kemendag-Pak Wisnu untuk APRINDO dapat datang jam 13.30 hari ini ke kantor Kemendag,” ujar Roy.
Selain Roy, beberapa perwakilan dari peritel Indonesia juga akan ikut hadir dalam pertemuan tersebut.
Namun, dia tidak menyebutkan secara spesifik perwakilan dari ritel mana saja yang akan hadir.
“Ya, yang akan hadir saya, kemudian direktur eksektuif, plus 2 wakil ketum, serta dua anggota peritel Aprindo, mewakili seluruh peritel Indonesia,” beber Roy.
Untuk diketahui, belakangan ini Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) naik pitam karena utang pemerintah untuk pembayaran selisih harga minyak goreng.
Alias rafaksi dalam program satu harga pada 2022 belum juga dibayar Rp 344 M. Padahal program itu sudah bergulir sejak Januari 2022.
“Seharusnya rafaksi itu dibayar 17 hari setelah program itu dilakukan, sialnya sudah setahun lebih rafaksi tak kunjung dibayarkan,” ungkap Roy.
Dia menjelaskan program minyak satu harga sendiri dilakukan dalam rangka kepatuhan kalangan usaha pada Permendag nomor 3 tahun 2022.
Kala itu semua pengusaha diminta menjual minyak goreng seharga Rp 14.000 per liter, sementara itu harga minyak goreng di pasaran kala itu berkisar di Rp 17.000-20.000 per liter.
“Nah selisih harga atau rafaksi itu dalam Permendag 3 disebut akan dibayarkan pemerintah,” imbuh Roy.
Masalah muncul ketika Permendag 3 digantikan dengan Permendag 6 tahun 2022. Beleid baru itu membatalkan aturan lama soal rafaksi yang ditanggung pemerintah.
Padahal, menurut Roy, seharusnya utang pemerintah kepada pengusaha tetap harus dibayarkan.
“Aprindo heran mengapa utang rafaksi yang dibayar pemerintah tak juga dibayarkan. Apalagi, uang rafaksi itu tidak dibiayai oleh APBN, melainkan uang pungutan ekspor CPO dari eksportir kelapa sawit yang ada di BPDPKS,” pungkas Roy.(nt/detik)