SMSI sendiri, sejak awal ikut mencermati, saat RUU KUHP mencuat, banyak rancangan aturan yang akan mengontrol ketat urusan menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, atau memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum.
Banyak pasal-pasal Rancangan KUHP (RKUHP) yang disikapi dan dikritisi SMSI, diantaranya :
Tentang penghinaan Presiden dan Wakil Presiden yang ada dalam Pasal 219 RKUHP, adanya ancaman pidana maksimal 4 tahun 6 bulan atau pidana denda bagi setiap orang yang menyiarkan tulisan atau gambar berisi penyerangan kehormatan Presiden dan wakil Presiden.
Pasal 240 RKUHP juga mengatur hukuman penjara maksimal tiga tahun dan denda kepada orang yang menghina pemerintah hingga mengakibatkan kerusuhan.
Pasal-pasal itu dianggap seperti aturan zaman kolonial yang ditujukan untuk menindas rakyat yang dijajahnya.
Tentang Penyiaran Berita Bohong (PBB), yang tercantum dalam Pasal 262 RKUHP. Saat itu, disebutkan, setiap orang yang menyebarluaskan berita bohong dapat dipenjara 4 tahun penjara.
Pasal 263 menyatakan pihak yang menyiarkan kabar yang tidak pasti, berlebih-lebihan dan bisa menyebabkan keonaran di masyarakat dipenjara maksimal 2 tahun.
Pasal ini berpotensi menjadi pasal karet, berpotensi menimbulkan penyalahgunaan kekuasaan, khususnya dalam pemberitaan yang dianggap merugikan pemerintah atau penegak hukum.
Tentang Penghinaan Pengadilan (PP) yang saat itu masuk dalam Pasal 281 RKUHP yang mengatur mengenai tindakan penghinaan terhadap pengadilan atau contempt of court.